tirto.id - Sidang etik mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa, terdakwa kasus narkoba, bakal berlangsung usai proses pidana inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa saat ini untuk keputusannya belum inkrah. Kemudian proses persidangan kode etik tetap berjalan secara paralel," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah, di Mabes Polri, Kamis, (11/5/2023).
Merujuk kepada prinsip cepat dan sederhana, maka ketika persidangan pidana Teddy berlangsung, maka Polri paralel mengerjakan yang berkaitan dengan kasus tersebut.
"Proses persidangan di pengadilan masih berjalan, jadi tetap paralel. Hal-hal yang bisa kami lakukan, (maka) kami lakukan. Kalau dia belum inkrah dan belum bisa mengikuti persidangan (etik) Polri, pasti kami akan menunggu," jelas Nurul.
9 Mei 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis penjara seumur hidup kepada Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba. Putusan ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yakni hukuman mati.
Perbuatan Teddy melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Teddy didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara lima kilogram narkotika golongan I hasil sitaan Polres Bukittinggi.
Kasus ini bermula ketika Teddy, yang menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat, diduga menginstruksikan AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar 5 kilogram sabu dengan tawas. Saat itu Dody meminta Arif untuk menjalankan perintah Teddy.
Perkara ini turut melibatkan Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Ma'arif.
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso merespons putusan tersebut.
"Irjen Teddy minahasa adalah jenderal bintang dua pertama yang terbukti terlibat dalam pengedaran narkoba. Suatu kondisi yang tidak dapat diterima secara nalar akan dilakukan oleh jenderal bintang dua," ucap Sugeng.
Teddy sebagai perwira tinggi Polri dapat dinilai menjadi ikon buruk penyalahgunaan kewenangan oleh polisi. Karena sebagai perwira tinggi semestinya tahu narkoba adalah musuh masyarakat dan bangsa Indonesia, namun dia justru dengan sangat mudahnya menyalahgunakan kewenangannya menukar barang bukti sitaan untuk dijual.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat